Friday 29 May 2015

Filled Under:

Simulasi Sistem (Studi Kasus Penerapan Sistem Push Dan Pull Pada Industri Busana)

Share

Identifikasi Masalah

Banyak penelitian telah dilakukan untuk membandingkansistem pull dan sistem push namun seringkali argumen-argumen yang berbeda muncul dalam pembahasan baik dalam hal definisi maupun kinerja. Kenyataannya, tidak jarang suatu sistem manufaktur berskala besar menerapkan kedua pendekatan di atas secara bersamaan pada subsistem-subsistem yang lebih kecil didalamnya. Toyota misalnya, yang sering diacu sebagai referensi sistem pull klasik, menerapkan sistem push pada proses pembuatan mobil berdasarkan analisis pasar dan penetapan target produksi. Tetapi pada proses perakitan di dalamnya diterapkan sistem pull untuk memastikan ketersediaan komponen-komponen subassembly. Sebaliknya pada sistem-sistem MRP (Material Requirements Planning) tidak jarang pula terdapat mekanisme pull pada aliran informasi dalam prosesnya. Karena itu wajar jika pertanyaan “apakah sesungguhnya sistem manufaktur push dan pull berbeda?” seringkali diajukan dalam berbagai penelitian.

Mengingat variasi berbagai sistem manufaktur di dunia ini yang sangat beragam, jawaban yang lugas atas pertanyaan tersebut sulit diperoleh. Jika penerapan sistem pull kurang begitu berhasil tak jarang yang dianggap sebagai penyebabnya adalah pemahaman terhadap filosofi penerapan JIT (Just In Time) yang lemah. Sementara itu pada implementasi sistem push yang berkinerja buruk, yang kerap dituding sebagai penyebab adalah masalah inventori.

Tinjauan Pustaka

Pada sistem  push, sebuah mesin melakukan proses produksi tanpa harus menunggu permintaan dari mesin yang akan melakukan proses berikutnya. Sebaliknya pada sistem  pull, sebuah mesin melakukan proses produksi hanya jika ada permintaan dari mesin yang akan melakukan proses selanjutnya. Pada penelitian lain yang dilakukan oleh Goddard dan Brooks (1984), sistem push dan pull diasosiasikan dengan aliran informasi. Mereka mendefinisikan  push sebagai aksi untuk mengantisipasi kebutuhan, sedangkan  pull sebagai aksi untuk melayani permintaan. Penelitian lain oleh Villa dan Watanabe (1993) selanjutnya menggambarkan kaitan sistem  push dengan proses manajemen dalam upaya mengurangi risiko stock-out, sedangkan sistem  pull sebagai suatu proses produksi yang mengalir dengan ekspektasi inventori sekecil mungkin. Perbedaan definisi-definisi ini sedikit banyak mempengaruhi karakteristik dari penelitian-penelitian yang disebutkan di atas, yang pada akhirnya juga berpengaruh pada kesimpulan.

Sistem push pada dasarnya tidak memperhatikan seberapa banyak WIP (Work In Process) dalam line produksi. Sedangkan sistem pull selalu mengontrol WIP dalam line produksi. Berdasarkan Schneider Production System (SPS), jika WIP semakin bertambah dan sedangkan exit rate tetap,  maka proses lead time akan bertambah. Berikut merupakan rumus untuk proses lead time.

WIP menggambarkan banyaknya pekerjaan yang sedang ditangani. Lead time adalah waktu seberapa lama dapat menyelesaikan suatu pekerjaan dengan kualitas yangg diharapkan. Exit rate menunjukkan kecepatan pada saat bekerja.


Model Konseptual:


Model Logika:


Untuk mendapatkan Pembahasan Mengenai Model Konseptual dan Model Logikanya secara lengkap dalam bentuk file PDF, anda dapat mengunduhnya di sini :


0 comments:

Post a Comment