Identifikasi Masalah
Banyak
penelitian telah dilakukan untuk membandingkansistem pull dan sistem push namun
seringkali argumen-argumen yang berbeda muncul dalam pembahasan baik dalam hal
definisi maupun kinerja. Kenyataannya, tidak jarang suatu sistem manufaktur
berskala besar menerapkan kedua pendekatan di atas secara bersamaan pada
subsistem-subsistem yang lebih kecil didalamnya. Toyota misalnya, yang sering
diacu sebagai referensi sistem pull klasik, menerapkan sistem push pada
proses pembuatan mobil berdasarkan analisis pasar dan penetapan target
produksi. Tetapi pada proses perakitan di dalamnya diterapkan sistem pull untuk
memastikan ketersediaan komponen-komponen subassembly. Sebaliknya pada
sistem-sistem MRP (Material Requirements Planning) tidak jarang pula terdapat mekanisme pull pada aliran
informasi dalam prosesnya. Karena itu wajar jika pertanyaan “apakah sesungguhnya
sistem manufaktur push dan pull berbeda?” seringkali diajukan
dalam berbagai penelitian.
Mengingat
variasi berbagai sistem manufaktur di dunia ini yang sangat beragam, jawaban
yang lugas atas pertanyaan tersebut sulit diperoleh. Jika penerapan sistem pull
kurang begitu berhasil tak jarang yang dianggap sebagai penyebabnya adalah
pemahaman terhadap filosofi penerapan JIT (Just
In Time) yang lemah. Sementara itu pada implementasi sistem push yang
berkinerja buruk, yang kerap dituding sebagai penyebab adalah masalah
inventori.
Tinjauan Pustaka
Pada
sistem push, sebuah mesin
melakukan proses produksi tanpa harus menunggu permintaan dari mesin yang akan
melakukan proses berikutnya. Sebaliknya pada sistem pull, sebuah mesin melakukan proses produksi hanya jika ada
permintaan dari mesin yang akan melakukan proses selanjutnya. Pada penelitian
lain yang dilakukan oleh Goddard dan Brooks (1984), sistem push dan pull diasosiasikan
dengan aliran informasi. Mereka mendefinisikan push sebagai aksi untuk mengantisipasi kebutuhan, sedangkan pull sebagai aksi untuk melayani
permintaan. Penelitian lain oleh Villa dan Watanabe (1993) selanjutnya
menggambarkan kaitan sistem push
dengan proses manajemen dalam upaya mengurangi risiko stock-out, sedangkan sistem pull sebagai suatu proses produksi yang mengalir dengan ekspektasi
inventori sekecil mungkin. Perbedaan definisi-definisi ini sedikit banyak
mempengaruhi karakteristik dari penelitian-penelitian yang disebutkan di atas,
yang pada akhirnya juga berpengaruh pada kesimpulan.
Sistem
push pada dasarnya tidak
memperhatikan seberapa banyak WIP (Work
In Process) dalam line produksi. Sedangkan
sistem pull selalu mengontrol WIP
dalam line produksi. Berdasarkan Schneider Production System (SPS), jika
WIP semakin bertambah dan sedangkan exit
rate tetap, maka proses lead time akan bertambah. Berikut
merupakan rumus untuk proses lead time.
WIP
menggambarkan banyaknya pekerjaan yang sedang ditangani. Lead time adalah waktu seberapa lama dapat menyelesaikan suatu
pekerjaan dengan kualitas yangg diharapkan. Exit
rate menunjukkan kecepatan pada saat bekerja.
Model Konseptual:
Model Logika:
Untuk mendapatkan Pembahasan Mengenai Model Konseptual dan Model Logikanya secara lengkap dalam bentuk file PDF, anda dapat mengunduhnya di sini :
0 comments:
Post a Comment